Jumat, 27 Juli 2018

Pulang

Jalan sempit itu terlihat dipenuhi dedaunan yg gugur, setapak hitam kita menamainya. Setapak hitam krena begitulah adanya. Setapak itu menyimpan kesedihan dan kekudusan. Kita menyusurinya kemarin, saat matahari terlihat lelah setelah seharian menulis catatan harian tingkah anak-anak bumi, saat adzan menggema di belahan bumi timur Indonesia. Setapak itu benar-benar menununjukkan kesepiannya. Kita melangkah pelan, melewati depan rumah tak berjendela tanpa mengucapkan "Asslamualaikum Ya Akhlilkubuur". Sunyi itu merasuk hingga ke hati. Kita berjalan pelan dan tiba-tiba kau berhenti, kulihat perlahan kau menengok ke samping, lama kau terdiam. Kucoba menjelajahi tiap jengkal wajahmu, matamu sulit kumengerti artinya. Kuikuti arah pandanganmu terhenti pada rumah baru yang kemarin dulu dibangun, raut wajahmu perlahan berubah sedih. "Pulang" lirihmu hampir tak terdengar. "Pulang, hampir tiap hari menggema ditelingaku, aku takut, aku mengingatnya setiap hari". "Haruskah kita pulang sekarang?" tanyaku. Perlahan kau arahkan pandanganmu kearahku, kita bertatapan lama dapat kulihat kau sama sekali tak melihatku, kau asik dengan dunia yang kau bangun sendiri. Kita tak mampu saling menemukan dalam pandangan, tidak! Aku tak terlihat dimatamu. "Pulang, sudah malam".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Aku dan Orang

Beta mau bicara lantang Deng tata etika tak perlu jadi penghalang Tanpa koma yang mengganjal di kerongkongan karena malu hati Beta mau b...